CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Jumat, 26 Desember 2008

5 Alasan Mengapa Saya Kangen Bandung?

1. Saya baru saja karaokean. Itu membuat saya kangen sekali dengan teman-teman menggila saya di Bandung. Playlist wajib: Hello-Ular Berbisa, Dewa 19-Risalah Hati, Sheila On 7, Project Pop, M.E-Inikah Cinta. I miss Hadi di lagu Air Mata-Dewa 19, Bimo ft. Ahdi di lagu Ular Berbisa-Hello, Ahdi di lagu Ada yang Hilang-Ipang dan lagunya F4, Evan di lagu Kisah Cintaku-Peterpan!!!

2. Saya mulai bosan disini. Rutinitas yang monoton dan terlalu kesepian. Kalau di Bandung bete tinggal ke kosan seberang atau jalan-jalan nggak jelas yang penting asyik!

3. Terlalu banyak rules dan mesti bangun pagi! Huh, benar-benar hal yang sangat bikin bete. Mau pergi selalu ditanya-tanyain.

4. Makan terus sampai (tambah) gendut. Pagi udah ada sarapan ikan teri medan di balado sama tempe goreng, lengkap dengan bawang goreng dan kerupuknya. Siang makannya lebih bombastis lagi! Lauknya lengkap. Malem makan bareng sekeluarga, dari ikan, ayam, sambel, sayur, buah semuanya ada. Ckckckck, diet pasti gagal.

5. Saya kangen suasana kelas saya saat belajar di kampus. Saat kami bergosip bersama, ngetawain orang, atau bertukar lelucon-lelucon bodoh. Saya kangen Pak Amas, kangen kelas PA, kangen Awi, Kak Krishna, kangen TUTORIAL 1-A. Apalagi yang harus saya katakan sekarang?

Intinya Bandung sudah menjadi kebiasaan untuk saya. Bandung sudah menjadi rutinitas, menjadi keseharian, menjadi bagian dari kelangsungan hidup saya. Bandung dan semua orang di dalamnya, membuat saya super-rindu sekarang. Hiks hiks hiks

Sabtu, 20 Desember 2008

Cinderellooowww?! (gambar tai)

Untuk UAS, mata kuliah Performance Art memberi kami tugas yang cukup menantang! Yaitu membuat sebuah drama semi-musikal. Naaaaah saya akan menunjukkan pada kalian betapa asyiknya tutorial 1-A dalam mempersiapkan drama itu.

Ini Umar dan Ahdi, Cinderelloooww dan Pangeran Keju



Hadi si Cosmo, partner saya dalam menjadi peri bodoh



Ghea dan Tiar, si pengawal dan Raja Keju



Pengamen-pengamen tolol yang menghibur



daaaan, Music Director kitaaa! Wedhi dan Oji!!!



Saat kemenangan diraih, kami tersyum bahagia :)



Rasanya puaaas sekali bisa meraih apa yang sama-sama kami cita-citakan. Menjadi juara, di awal dan akhir semester 1. Menutup hari kuliah terakhir dengan sangaaaaaaat manis. Hhh, tapi setelah ini saya jamin, saya akan super kangen mereka semua. Saya akan benar-benar kehilangan mereka untuk 1,5 bulan ini. I will miss you all, guys! Hiks hiks hiks

Saatnya untuk lebih membaca hati

Ini hal termenyedihkan dalam hidup gue.

Sebisanya gue, gue akan selalu ngejaga perasaan mereka, sahabat-sahabat gue. Hal itu yang bakal selalu gue usahakan. Tapi terkadang mereka nggak pernah ngerti itu. Nggak pernah ngerti alasan gue yang mungkin menurut mereka nggak masuk akal.

Gue emosi. Gue marah.

Gue cukup tau aja seberapa besar mereka ngerti gue. Gue juga pengen banget dingertiin sama mereka, kayak gue berusaha ngerti mereka. Gue juga pengen dipahami, kayak gue berusaha memahami mereka. Gue juga pengen diperhatiin, kayak gue berusaha merhatiin mereka.

Merhatiin ada yang salah sama mereka,
merhatiin mood mereka yang mungkin lagi nggak bagus,
merhatiin kejanggalan dalam diri mereka.

Gue juga pengen dibelain, kayak gue berusaha ngebela mereka.

Kalau saat ini gue tampak seperti nggak salah dan nggak perlu dibela, gue pengen teriak! Gue pengen bilang "GUE BUTUH LO, BUTUH LO ADA DI SAMPING GUE TERUS. BUTUH LO KARENA GUE NGERASA SENDIRI."

Jujur, kadang gue mikir mereka terlalu egois. Disaat gue punya masalah yang nggak bisa gue selesein sendiri, tolong jangan tambahin masalah baru di otak gue. Gue capek, gue butuh lo, tapi lo nggak bisa, jadi jangan cerita masalah lo ke gue sekarang. Mungkin kira-kira kayak gitu kalo digambarin. Bisa juga digambarin kayak gini: Gue sesek sendiri nyimpen perasaan, mencoba sekuat tenaga untuk senyum waktu lo cerita, tapi kenapa lo juga yang kecewa dan marah sm gue?

Dengan sangat sampahnya akhir-akhir ini gue selalu nangis. Setelah beberapa hari yang lalu gue juga terkena masalah. Gue emosi, gue ngerasa seharusnya ini baik-baik aja, tapi kenapa sekarang kayak gini?

Minggu, 14 Desember 2008

Hampir Habis Dayaku

"Kali ini, hampir habis dayaku, membuktikan padamu
ada cinta yang nyata, setia hadir setiap hari

tak tega biarkan kau sendiri...
...karena kau tak lihat,
terkadang malaikat, tak bersayap, tak cemerlang,
tak rupawan..."

-Dewi 'Dee' Lestari, Malaikat Juga Tahu

I've been there, saya pernah di posisi itu.

UAS dan hampir gila

Inilah balasannya kalau saya malas sekali mencatat pelajaran! Sekarang malah deg-degan nggak jelas sampe akhirnya males banget utk mulai belajar. Bodoh bodoh bodooooooh! Tidak ah, saya pintar kok (sebenernya) aduh aduh UAS mengapa kau ada sih?

Sabtu, 13 Desember 2008

Reply for Lari dan Teriakan-lah by Lauditta Larissa

Kalau benar sahabat yang kamu maksud itu saya, maka saya akan sangat berterima kasih atas apa yang Tuhan limpahkan saat ini. Mengajari saya banyak hal, membuat saya sejenak lupa akan keluh dan peluh, dan mengizinkan kembali helaan nafas saya untuk bekerja sebagaimana mestinya, telah kamu lakukan dengan sangat brilian! Katamu saya hebat, tapi saya yang hebat ini selalu mendengarkanmu saat kamu memberi solusi dan pandangan tentang hidup. Katamu saya kuat, tapi saya yang kuat ini selalu menarik tanganmu ke Clinic Room untuk menangis dan minta ditemani.

Jadi apa yang harus saya ucap kali ini? Terima kasih kah? Atau kalimat sayang padanya?
Dia lebih dari itu.

Kamis, 11 Desember 2008

Akhirnya dapat duduk, diam, merenung, dan akhirnya menulis.

Kosan Chaca, 6:52 pm, Kamis 11 Desember 2008.

Menemukan kembali apa yang saya cari adalah mutlak sebagai suatu nikmat. Lampu kamar Chaca sengaja kami matikan, ingin meneruskan suasana yang kami dambakan. Suasana saat gelap, sibuk dengan pikiran-pikiran liar kami, mendengar lagu Spend My Lifetime Loving You-Ari, membiarkan diet kami terabai karena terus-terusan makan twister (dan berencana makan nasi goreng ditambah sate), menghabiskan waktu berdua dengan diam, memesan martabak asia, mendengar dan menceritakan confession masing-masing, atau berencana ke Borma dengan berjalan kaki.

Oh iya, seneeeeeeeeengnya hari ini dapet kado dari Chaca, Vita, Mitha, Menik, Nara, Bimo, Evan, Gadis, Tika, Ghea, dan Andre! Saya langsung roll belakang--sumpah ini nyata--ketika kado itu disodorkan Chaca! Saya hampir lupa mereka belum memberi saya kado, speechless. Lalu saya menulis di Wall of Fame-nya Chaca.

Ini yang saya tulis,

Chacayaaang :)
Lo dtg disaat yg sangat tepat! Lo bener-bener nggak tau betapa berartinya semua pendapat dan masukan dari lo! Semuanya bener-bener bikin gw merasa jauh lebih berharga. Merasa banyak yang sayang. Merasa apa yang gw keluhkan, samasekali nggak beralasan. Karena untuk saat ini, gw punya lo.
Love,
Gerha

Rabu, 10 Desember 2008

Ini Komentar yang Saya Minta dari Pravita dan Hadi

“Gerhaa, I love youuu, maaf yaa sering bgt cerita tapi ga pernah nanyain kabar lo! Heheee.. Gerha Jayamala Selamanya, kamu jangan sedih gituu dong. Kan sedih bgt dengernyaa. Jadi kamu mau punya pacaar ya?? Hwahahahahahahahahahahahahahahahahahahhahahahahahahahahahahaaaaaaaa….Aku tau kamu sangat sangat ingin diperhatikan. Tapi kamu harus semangat terus Gerhaa!! Kamu bukan second person!! Kamu orang pertama yang dicari buat sharing, karena kamu orang yang paling pengertian dan paling menyenangkan! Mana ada sii orang yang mau cerita ke orang-orang yang ga bisa dipercaya! Kamu sangat bisa dipercaya Gerhaa, jadi semua orang cerita ke kamu. Kamu sama sekali bukan cuma ‘jalan’ yang harus ‘sahabat’ kamu lewatin buat ngedeketin ‘sahabat’ kamu yang lain. Sama sekali nggak gitu, Cuma aja ngelewatin waktu sama kamu jauh jauh sangat menyenangkan dibandingkan dengan sahabat-sahabat kamu yang lainnya!! Gerha jayamalaa Tompenyoom, kamu harus terus jadi orang yang menyenangkaann!! Life goes on! Isilah dengan kegiatan yang menggemberikan, yaitu bersahabat selamanya dengan princess cantik Pravita Gebrina Suwarno!! Ahahahaa.. Jangan kesenengan gitu doong, hahaa.. Gerhaa Jayamala a.k.a Ibu Peri, insya Allah kamu menemukan orang yang kamu sayangi dan meyayangimu secepatnya yaa!! Pangeran yang mendapatkanmu pasti sangat sangatlah beruntung sekalii!! Gerha jaga dirimuu yaa! Tapi jangan sampe gampang jatuh cinta yaa kamuu!! Tahan emosii, jangan terlalu bernafsuu! Nanti hamil. Loh? Hahaha.. Yang terbaik buat kamu yaa Gerhaa!! Kalo kamu down dan butuh sandaran bilang ke kami semua yaa! Semua waktu kami punya kamu Gerhaa! We love youu!! Tell us what to do and we will cheer you up!! Mmuahh, vitacantikselalualwaysforever” –Pravita, lebih dari sekedar sahabat.

Gerha bilang: “Hey bodoh, I love you too, bitch!”

“Ger, teriakkan saja semuanya biar ramai!! Huahuahuahuahua, aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhh saya juga jadi pusing skrg, hahahaha,”—Hadi, si jahanam itu.

Gerha bilang: “Sampah lo, Di!”

Mencoba Menorehkan Apa yang Saya Rasakan

Sekarang otak saya mulai bekerja tidak wajar. Apa yang saya inginkan sekarang adalah meminta kembali ‘me time’ saya yang akhir-akhir ini hilang. Saya sadar, waktu untuk menghawatirkan diri sendiri itu penting, sebelum saya menghawatirkan kondisi sahabat-sahabat saya yang sedang depresi. Biasanya mereka datang, lalu bercerita tentang masalahnya masing-masing. Ada yang bercerita tentang wanita impiannya, lelaki pujaannya, ada juga yang datang lalu menangis entah mengapa.

Menjadi seorang yang selalu mendengar kadang rasanya sungguh tidak enak. Kadang saya sendiri lupa kapan harusnya saya memikirkan perasaan saya yang sebenarnya sakit mendengar segudang cerita itu. Kadang juga saya harus memutar otak, bagaimana caranya agar sahabat-saya itu bisa dekat dengan sahabat-saya-yang-satu-lagi, atau saya harus menahan segala rasa yang sebenarnya mengumpat saat sahabat-saya-yang-lainnya bercerita tentang suatu hal.

Bagian terburuk dari semua ini, saya harus tetap tertawa—paling tidak tersenyum—saat sebenarnya mood saya sedang jelek dan saya sedang dalam fase down. Fase dimana saya samasekali tidak berniat untuk mendengar mereka cerita, mengerjakan tugas LPJ, dan dimana saya harus diam padahal saya harus memberi penjelasan. Saya terlalu banyak mendengar, mengetahui, dan mencoba membantu menyelesaikan masalah. Kadang saya terlalu jauh ikut campur, terlalu memaksa kehendak saya, terlalu takut kehilangan mereka, terlalu sok bijak dalam berpendapat, terlalu naif padahal tak tahu apa-apa, terlalu sok tegar padahal saya rapuh.

Disaat seperti ini saya butuh didengar. Saya butuh orang yang saya percaya dan saya nyaman bercerita dengannya. Tapi untuk didengar saja saya tak mampu! Saya terlalu malu untuk bicara pada mereka semua bahwa kadang saya lelah mendengar cerita mereka yang sibuk dengan masalahnya masing-masing. Kadang saya ingin bertanya, apa ada dari mereka yang—paling tidak—berusaha untuk mencari tahu apa perasaan saya? Setiap kali saya bertindak tidak sewajarnya, mungkin saya jutek, marah-marah, atau bahkan diam, apa yang mereka bilang? Mereka hanya protes karena—kata mereka—itu bukan saya. Sedangkal itukah mereka (yang katanya sahabat-sahabat saya) mengetahui saya yang sebenarnya? Apa iya mereka hanya menerima keceriaan saya? Apa mereka hanya mampu untuk mendengar saya tertawa, tapi tidak saat saya menangis?

Tulisan ini saya buat karena ini adalah masa dimana saya sedikit lelah untuk menemukan bahwa keadaan saya saat ini benar-benar menyedihkan. Tanpa mereka sadari, saya selalu menjadi second person, selalu menjadi yang kedua dibanding sahabat-sahabat saya. Mereka selalu lebih dulu terlihat sebelum orang melihat saya. Dari SD saya selalu begitu, tapi bodohnya dulu saya nyaman dengan itu. Sekarang? Mungkin saya harus berdiri sendiri. Mengenalkan nama saya dengan lantang, tanpa embel-embel lain. Saya sangat sayang mereka. Tapi jujur, kadang letih rasanya jika harus terus berjalan satu langkah dibelakangnya.

Untuk informasi, sahabat yang saya sebut diatas, Chaca, Vita, Menik, dan Mitha. Tahu lengkap ceritanya. Jadi saya bukan bermaksud untuk menyinggung mereka, saya hanya mencoba menuliskan apa yang ingin saya tulis. Wajar bukan?

Siang Hari di SBM

Setelah apa yang saya lalui hari ini, ternyata saya sadari saya tidak se-mood itu untuk melakukan apapun. Tes lari yang saya jalani hanya mendapat 4 putaran lebih, hampir 5. Saya tidak puas samasekali. Tapi sebenarnya bukan itu yang membuat saya tidak bersemangat untuk menjalani sisa hari ini. Saat ini saya sedang di ruang tutorial saya, mengisi jam istirahat dengan kembali menulis. Saya baru saja mengunjungi Clinic Room SBM bersama Chaca, kami baru saja melebarkan --ada live music by Yorint featuring Barry Likumahua-- (maaf, hanya intermezzo) bahu kami untuk sama-sama beradu cerita disana. Saya biasa melakukan itu bersama Vita, sama-sama menangis dan berteriak sekencangnya untuk mengeluarkan kerikil-kerikil kecil (sejujurnya itu besar untuk saya) dari diri kami.

Jika sedang begini, saya jadi rindu ayah saya. Ayah yang sering mendengar keluhan saya, mendengar cerita saya tentang Pittra yang bertengkar dengan saya, atau cerita tentang nilai saya yang jeblok gara-gara cabut sekolah. Saya rindu tawa besarnya dan perut buncitnya yang sering saya cubit saking besarnya.

Ah, kelas saya makin ramai didatangi cecunguk-cecunguk bodoh yang mengganggu. Mungkin nanti malam akan saya post cerita tentang fase kehidupan saya yang sedang down saat ini. Terima kasih banyak atas waktu yang telah diluangkan untuk mendengar saya bercerita.

Selasa, 09 Desember 2008

Besok Tes Lari Olahraga? Fak

Yah, olahraga selalu membawa bencana untuk saya. Dari mulai insiden nilai (cukup) 65 saja untuk kelas tutorial 1-A sampai kehebatan saya dalam mengarungi lautan (FYI: saya tidak bisa berenang), atau kelihaian saya dalam bermain futsal? (saya tidak pernah menendang bola, hanya teriak-teriak sambil bermain pasir). Buat saya, tes lari adalah hal paling menegangkan dari segala aspek olahraga. Bayangkan saja! 15 menit berputar-putar seperti kakek-nenek osteoporosis di SARAGA. Apalagi saat ini mau tak mau saya harus masuk paling tidak 5 putaran alias 2000 meter! Oh tidak Tuhaaaaan. Cobaan macam apa yang kau berikan untukku saat ini?

Menurut Ahdi, saat ini seharusnya saya tidur. Bangun langsung mandi air hangat, sarapan jgn terlalu banyak, olesi betis dengan counterpain, lalu saya siap menerjang badai selama 15 menit itu. Tapi buat saya, merengek-rengek pada bapak dosen olahraga agar tes itu ditiadakan adalah solusi paling tepat!

Oh iya, teman-teman keren saya sudah saya siapkan untuk menyemangati saya saat berlari!
Go Gerha, Go Gerha, Go!!!!

Sekilas Cerita Kangen

Tulisan ini saya buat ketika berlibur Idul Adha 3 hari di Jakarta,

tanggal 7 Desember 2008

Saat ini saya benar-benar rindu teman-teman SBM, teman-teman tutorial saya. Entah mengapa otak saya rasanya mampet untuk berpikir lebih jauh tentang outline dan essay mata kuliah Academic Writing. Saya mulai merasa nyaman berada diantara mereka, berada disela-sela banyolan dan lelucon mereka, diapit tawa dan kegembiraan yang mereka buat, juga air mata yang kadang dibuat mereka menetes. Cerita hidup saya rasanya akan banyak diisi oleh mereka, hampir 24 jam/7 hari kami menoreh canda bersama, menawarkan bahu untuk menangis, dan menyediakan telinga untuk mendengar. Mungkin sekarang baru saya yang merasakan ini, mungkin mereka belum. Tapi saya yakin sekali, setelah beberapa detik mereka baca tulisan ini, mereka akan sadar akan harta yang Tuhan berikan pada mereka untuk saat ini.

Ini Jakarta, tempat saya 16 tahun menghabiskan waktu bersama Ayah, Ibu, Pettia, dan Fadhil. Awalnya bisa pulang ke Jakarta adalah nikmat yang tak terkira. Saya sempatkan bertemu dengan teman-teman SMA, membayar hutang lama tidak bertemu. Tapi kini mereka sudah sibuk sendiri, saya pun begitu. Hingga waktu datang ke rumah di Jakarta tak lagi begitu menyenangkan. Pikiran saya jauh melayang pada Bandung, betapa asyiknya jika sekarang saya pergi ke Inul Vizta bersama Ahdi, Tika, Nara, Chaca, dan yang lainnya, atau betapa asyiknya jika kita jalan bersama untuk sekedar makan atau menonton film Twilight.

Sedahsyat itu magnet yang mereka berikan pada saya. Seerat itu Tuhan merekatkan kami. Tiga hari saja, Bimo sudah mengirim sms super-jijik-tapi-menyentuh untuk kami. Saya pun rindu dibuatnya. Itulah mereka, si pasukan super tolol yang membuat saya selalu betah berlama-lama di kampus.

Huaaaaa, I do miss you all guys!

Sabtu, 06 Desember 2008

Musculo Company (Family)

Hell yeah! Musculo adalah keluarga baru yang saya temukan sekitar 2 bulan yang lalu. Setelah sama-sama minder melihat kepintaran tim tetangga, Jempol Ganesha, dan setelah ngomongin satu sama lain, ditambah kerja rodi satu bulan, akhirnya kami berhasil merebut juara 3 Business Game kali ini. Untuk saya pribadi, mendapatkan suatu keluarga baru adalah sesuatu yang lebih dari sekedar juara satu.

So, here we are! That stupid company.



Tim bodoh tapi paling saya sayang inilah yang menemani segala hari yang berat dengan tugas report dan stand yang menumpuk. Mereka benar-benar penghilang rasa bosan yang ampuh! Disaat tim lain sudah mendapatkan distributor untuk produk dagangannya, kami malah asyik membuat video klip lagu 'Cemburu - Dewa 19' di kelas, dan akhirnya tidak mendapatkan distributor yang kami mau.

Saat (seharusnya) membagikan kuisioner di target spot,



hujan, lalu hanya duduk-duduk sambil berfoto.

Ini foto saat H-1 Business Game...



Makan malam di rumah Diko!

Pertanyaan besar mungkin mengapa kami bisa menjadi juara 3?
Kalau saya bisa jawab, yang pertama mungkin karena sedari awal kami samasekali tidak menargetkan profit yang tinggi akibat produk yang kami jual kurang familiar dan diluar ekspektasi kami semua, profit yang kami dapat cukup tinggi. Kedua, Alhamdulillah sekali waktu itu Ahdi datang pada saya dan meminta bantuan untuk mencari LSM atau yayasan sosial, kami ingin membuat suatu acara amal dalam Business Game ini. Akhirnya saya mendapat koneksi ke Yayasan Sidikara dari ibu saya, yayasan ini mungkin dianggap sebagai suatu strategi marketing yang baik dan berhasil. Ketiga, kami sudah mencari siapa-siapa yang akan membeli produk kami dalam bentuk parcel. Karena parcel yang kami jual harganya cukup tinggi, untungnya lebih dari 100% dan mengatasnamakan charity. Yang terakhir, mungkin karena kami memposisikan diri kami sebagai suatu keluarga, bukan perusahaan. Jika ada yang salah, sama-sama kami benahi, walaupun masih ada saja yang malas kerja. Tapi toh saya tetap senang berada diantara mereka!

Start a New Story in Blogspot and Bandung

Melihat dan membaca blog teman-teman saya, saya jadi teringat kesayangan saya saat SMA. Saya pernah membuat blog tetapi dengan malas saya melanjutkan menulis. Padahal saya senang sekali menulis cerita hidup, bagi saya, rentetan kejadian yang saya alami adalah suatu hal yang tak ternilai harganya. Apalagi saat ini sudah hampir 4 bulan saya beradaptasi di Bandung, tinggal sendiri ditemani tugas-tugas yang menumpuk. Bercerita soal Bandung, saya benar-benar tertarik untuk memberi kalian semua cerita tentang kehidupan baru saya ini.

Bandung adalah cita-cita masa lalu saya. Bandung adalah impian yang selalu saya umbar pada teman-teman saya. Bandung adalah motivasi untuk menunjukkan kepada orang tua saya, bahwa saya anak mereka. Jujur saja, saya hanya pernah masuk peringkat 10 besar di SMA sekali, itupun ranking 7! Selain itu? Saya terus-terusan dimarahi karena kemalasan saya yang bikin frustasi dan akhirnya hanya dapat ranking 29 atau 33 di kelas. Masuk ke ITB adalah suatu kebanggaan untuk saya. Walaupun, saya (hanya) diterima di SBM, Sekolah Bisnis yang selalu dikatakan ayah saya “hanya sekolah, bukan fakultas” tapi toh tak ada imbasnya untuk saya, saya justru lebih bangga akan segala yang saya punya sekarang.

Tak banyak yang tahu bahwa SBM bukan sekedar sekolah bisnis dan manajemen baru yang masih merintis koneksi dan mencari nama. Banyak juga yang bilang SBM hanya anak-anak orang kaya berotak kosong. SBM jauh lebih dari itu. Dia mengajari saya tentang bagaimana hidup sebenarnya. Saya dipertemukan dengan orang-orang spesial dan buat saya, mereka samasekali bukan anak-anak orang kaya berotak kosong! Apa yang saya temukan disini adalah anak-anak yang memiliki semangat yang berapi-api untuk menjadi yang terbaik. Mereka punya fighting spirit yang luar biasa dan jujur saja, membuat saya ingin melakukan yang lebih.

Jika disebut anak orang kaya, yes, they do. Tapi saya samasekali bukan orang kaya. Ayah saya hanya seorang Kepala Suku Dinas Pemetaan di Kantor Walikotamadya Jakarta Selatan. Ya, benar! Dia hanya seorang pegawai negri. Untuk masuk di SBM saja, mencari uang 60 juta rupiah ditambah 12 juta untuk semester pertama susahnya bukan main. Maka dari itu saya sadar, saya sungguh anak spesial diantara kumpulan anak-anak orang kaya itu. Untuk saya sekarang, menjadi seorang anak bos telkom atau anak direktur adalah biasa, yang luar biasa adalah saya. Walaupun ayah saya hanya seorang pegawai negri, itu tak pernah melunturkan kecintaan saya padanya. Kebanggaan saya pada ayah saya.

Tapi jujur saya katakan, rasanya sulit sekali menyusup diantara kerumunan anak-anak itu. Menelusup diantara keriuhan harta mereka, yang terkadang membuat saya iri. Semudah itukah mereka membeli sepotong celana jeans dengan harga 1,6 juta? Atau handphone canggih dengan harga selangit? Pertanyaan itu selalu membayangi langkah saya di SBM ini. Saya harus menahan keinginan saya untuk membeli sebuah laptop baru, tas mahal, sepatu, bahkan baju untuk kuliah. Memutar otak bagaimana caranya saya agar mendapatkan apa yang saya mau. Sedangkan mereka? Apa yang susah untuk mereka? Walau begitu saya salut pada mereka, mereka bukan anak sombong dan mereka benar-benar menyenangkan.

Cerita tentang seberapa menyenangkan mereka? Akan saya ceritakan di post selanjutnya.